Tuesday, December 30, 2014

Santri dan Siswa tak Sama #1

Kiswah Amalia

Berpindah dari topik mengenai pendidikan formal yang berkutat untuk para siswa, kini saya ingin berbagi opini tentang santri, terinspirasi dari sebuah pemberitaan di televisi mengenai video kekerasan kepada santri yang terjadi di salah satu pondok pesantren (yang menurut saya berkarakter salafy) di Jombang Jawa Timur. Sebagai Santri juga Mahasiswa saya merasakan dua cita rasa pendidikan yang berbeda,dalam artikel ini saya akan memaparkan beberapa hasil diskusi saya dengan teman saya yang berstatus santri dan mahasiswa, hanya mahasiswa, dan hanya santri. Perbedaan sistem dan ritme pendidikan yang tercermin dari pola pikir mereka.

Saya merupakan anak yang terdidik dalam lingkungan islam yang kental sejak saya lahir, tumbuh dan berkembang di kota santri Demak membuat saya merasakan dan sedikit faham tentang kehidupan pesantren. Pun setelah saya lulus dari sekolah menengah pertama saya nyantri dipondok pesantren tahfidzul Qur’an di daerah yang kental akan aroma islam modern, Jogja. Merasakan tiga tahun gemblengan dan driiling ahlak di pondok tersebut membuat saya tahu akan satu kekuatan dan garis mutlak pondok pesantren yang bernama Ta’dzim kepada Abah Yai.

Apakah ta’dzim kepada Abah Yai itu? Ta’dzim merupakan isim (kata benda) yang berasal dari kata asal Adzima yang berarti agung, Adzima ditasrifkan menjadi menjadi isim masdar Ta’dzim yang membentuk makna pekerjaan, jadi ta’dzim berarti mengagungkan, nah kalau digabung dengan kepada Abah Yai maka kalimat Ta’dzim kepada Abah Yai brearti mengagungkan abah yai (secara harfiah), namun secara ishtilahi ta’dzim kepada abah yai merupakan sebuah rasa hormat, kagum, to’at (ta’at) kepada Abah Yai, dan menjadikan Abah Yai sebagai tempat mencari Ilmu dan perantara untuk mencari refrensi hidup, inilah yang sudah menjadi garis mutlak acuan dan refrensi perbuatan kejadian peristiwa kegiatan yang da dipondok pesantren.

Jika seorang hanya merasakan pendidikan formal maka dia tidak akan merasakan sebuah kekuatan dan garis mutlak Ta’dzim kepada Abah Yai. Sehingga ini jugalah yang membedakan kehidupan akademik di pesantren dan disekolah umum, rasa cinta dan ta’at kepada Guru pun akan berbeda, apalagi terhadap Abah Yai yang menjadi orang tua kita selama kita nyantri rasa belajar yang sangat berbeda.

No comments:

Post a Comment