Thursday, October 30, 2014

UN, Proses Pembusukan Kualitas Pendidikan

Ade Romadoni

Hajatan besar Kemendikbud yang bernama Ujian Nasional (UN) merupakan ajang tahunan yang menguras segenap tenaga dan upaya besar dengan biaya lebih dari Rp. 500 miliar. Di satu sisi, upaya tersebut memberikan kesan kepada masyarakat bahwa Kemendikbud telah melakukan tindakan penting dalam menyempurnakan kualitas pendidikan di Indonesia. Di sisi lain, sebenarnya pemerintah sedang melakukan pembusukan kualitas generasi muda masa datang dan sedang melebarkan jurang kehidupan sosial di masyarakat. Argumen yang terus-menerus dilontarkan kepada publik merupakan trik-trik pencitraan agar terbentuk pemikiran bahwa UN ialah urusan paling penting dalam penataan pendidikan.
Kita tengok dari mulai kualitas pembelajaran, adanya UN sampai saat ini telah menimbulkan dampak negatif pada proses pembelajaran dalam kelas. Guru yang mengajar mata pelajaran yang diujikan cenderung fokus pada bagaimana membuat siswa terbiasa menjawab soal-soal ketimbang memproses kemampuan berpikirnya. Kemampuan berpikir siswa hanya terlatih pada kemampuan berpikir tingkat rendah, yaitu menghafal dan menjawab pertanyaan. Dengan demikian, kesempatan siswa untuk berlatih berpikir kritis relatif terbatas.
Kemudian kita telisik pada moral para pelajar, Setiap tahun berita tentang UN didominasi fakta-fakta negatif di lapangan. Berita tentang jual beli kunci jawaban bukan hal yang asing. Secara psikologis, siswa-siswa kita telah secara tidak langsung mendapat pelajaran resmi bahwa menyangkal kebenaran, memanipulasi, dan menipu itu boleh.
Lagi, dari persoalan yang sangat pelik ini, UN juga berimbas pada pemisah sosial. Bagaimana tidak siswa yang memiliki akses ekonomi lebih punya kesempatan memilih sekolah bermutu yang benar-benar memberi kesempatan untuk mengasah kecerdasan dan kompetensinya. Di samping itu, mereka juga mampu membayar bimbingan belajar kelas wahid. Anak-anak dalam kategori itu tentu saja jumlahnya hanya beberapa jika dibandingkan dengan jumlah anak-anak tidak memiliki kesempatan. Kenyataan tersebut dalam jangka panjang dipastikan akan menuai jurang pemisah sosial yang lebar.

            Dari carut-marutnya UN didunia pendidikan kita ini bukan tidak setuju harus ditiadakannya UN. Karena bagaimanapun UN itu penting sebagai indikasi kemahiran suatu daerah. UN memang tujuannya baik dan terarah. Seandainya tidak ada UN, kita semakin hancur. Berapa banyak guru yang mengajar secara asal-asalan. Berita baiknya, negara-negara maju seperti singapura dan korea selatan yang meraih peringkat 5 besar PISA juga memiliki sistem Ujian berstandar Nasional dan pertanyaannya, mengapa mereka bisa sukses sementara kita tidak? Intinya sederhana, kita hanya perlu mengubah sistem pendidikan kita, yang lebih mengarahkan kepada bakat dan kemampuan anak. Jangan sampai selamanya kita terjebak bahwa meraih nilai tertinggi dalam UN berarti dialah yang terbaik.

No comments:

Post a Comment