Friday, October 3, 2014

Berseragam Sekolah dalam Penjara

Ade Romadoni 

Sebuah kalimat “Berseragam Sekolah dalam Penjara” tiba-tiba muncul ketika tergambar sebuah suasana disekolah yang penuh dengan aturan, tatanan dan sanksi ditambah pula dengan gerbang sekolah yang menjulang tinggi nan kokoh bak kita dalam bui. Dalam sistem pendidikan nasional pengertian sekolah adalah salah satu tempat dilaksanakanya kegiatan pembelajaran untuk menghasilkan generasi yang memiliki pengetahuan, ketrampilan dan moralitas yang tinggi, Idealnya, sekolah dengan berbagai kegiatan pembelajaranya merupakan tempat yang menyenangkan sehingga anak-anak dapat mengembangkan potensi dan bakatnya secara maksimal. Dalam kenyataannya, baru sebagian kecil sekolah yang benar-benar menjadi tempat yang menyenangkan bagi anak-anak.
Ini terungkap ketika pengumuman kelulusan Ujian Nasional. Banyak siswa yang lulus ujian mengungkapkan kegembiraannya itu dengan mencoret baju seragamnya menggunakan spidol, pilox dan lain sejenisnya. Seolah tergambarkan, selama menjadi seorang siswa mereka terkekang dan tidak mampu menyatakan dirinya sebagai manusia sejati. Apakah yang membuat salah dari sistem pendidikian kita? Rasa takut dan terbatasi karena guru adalah segalanya ataukah tata tertib yang mengharuskan siswa mentaatinya?. Jika benar adanya demikian yang ada adalah anggapan bahwa aturan yang dibuat oleh sekolah adalah untuk dilanggar oleh siswanya. Setelah siswa masuk dalam lingkungan sekolah kemudian mereka dihadapkan dengan gerbang yang membatasi dunia luar dengan sekolah, inilah mengapa “sekolah sama dengan penjara”.
Kemudian sistem pendidikan yang menekankan guru adalah segalanya, inilah yang menyempitkan ruang gerak dan berpikir peserta didik dalam beraktivitas. Guru dengan perintahnya itu ibarat raja dan atau penguasa yang harus dituruti anak didik. Mereka justru semakin pusing dan tidak bisa berpikir jernih. Itu menyebabkan mereka terbebani oleh sekian banyak pelajaran dan tugas yang berat dari sekolah. Seharusnya sistem pendidikan yang dijalankan adalah berpusat pada siswanya, memahami kebutuhan siswa dan senantiasa memotivasi. Jadi peran guru tidaklah otoriter melainkan sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Dari pergeseran paradigma inilah sekolah bisa menjalankan sistem pendidikannya yang memanusiakan manusia bukannya “memenjarakan siswa dalam sekolah”.

Semoga sekolah tidak lagi menjadi “penjara” bagi anak-anak sekolah, tetapi sekolah adalah tempat yang menyenangkan bagi anak-anak dalam menimba ilmu. Penutup kata adalah suatu sistem pendidikan yang dibuat dan digunakan dalam sekolah dan semua programnya senantiasa harus dapat disambut ceria oleh siswanya dan mereka berlomba-lomba untuk menceritakan pengalamannya saat bersekolahnya. Tidak ada lagi anak-anak yang merasa “terpaksa” untuk pergi sekolah dan tidak ada lagi anak-anak yang lebih merasa senang bila gurunya sakit atau tidak datang.

No comments:

Post a Comment