Okven Pratama P
“Apa yang ada dibenak anda jika mendengar kata sekolah?”
Tanyaku.
Seorang muda itu menjawab. “Bangunan-bangunan kokoh
dengan pagar yang kokoh pula dan banyak peraturan. Duh malesin Kakanda.”
Mungkin
itu kesan beberapa anak yang berfikir tentang sekolah.
Ayo kita samakan persepsi dulu jika kalian setuju dengan jawaban anak muda
itu, pastinya masa sekolah kalian kurang dinikmati, sebagaimana yang kita tahu sekolah
adalah salah satu tempat belajar dengan segudang fasilitas penunjang kegiatan
belajar. Dimana anak-anak anda menghabiskan separuh waktunya untuk memperoleh
gizi pengatahuan dan tentunya sebagai media untuk mengembangkan berbagai
keunikan yang mereka miliki. Di ibaratkan sekolah adalah keluarga eksternal
selain di rumah karena, di sekolah anak-anak bisa bermain dan bersosial dengan
sesama rekan peserta didik lainnya tentu saja di payungi oleh guru sebagai orang
tua pengganti mereka.
Kadang kita sedikit menyepelekan tentang peraturan sekolah yang ketat.
Banyak sekolah selalu mengagungkan kedisiplinan, anggapan saya begini bahwa
anak yang baik dan penurut adalah anak yang mematuhi peraturan dan baik
tentunya tidak bersikap nakal. Ini mau menciptakan mesin penurut atau apa?
Aggapan ini seperti tidak sejalan dengan yang saya rasakan jika sekolah ingin
menciptakan peserta didik penurut rasanya sangat tidak asik karena,
gerakan-gerakan revolusioner bisa saja berasal dari anak-anak yang nakal, lagian
sekolah adalah tempat mencari ilmu dimana sebagai salah satu wadah sekolah
haruslah memberikan kenyaman bagi peserta didik sehingga mereka merasakan
kenyamana seperti ketika dirumah dan sisi positifnya mungkin pengetahuan yang
didapatkannya akan mudah masuk dan memberikan manfaat untuk dirinya dan
kehidupan.
Bukan
maksud saya menilai sekolah yang memiliki tata tertib level dewa itu kurang
tepat. Disiplin memang bagus tetapi, kalau tata tertib menyebabkan peserta
didik merasa tidak nyaman di sekolah dan hasrat dipikirannya terus dipenuhi
rasa ingn cepat-cepat pulang kerumah tentu ini tidak bagus untuk kelangsungan
peserta didik tersebut. Contohnya saja setiap hari senin, dalam benak hati
terdalam pasti akan mengatakan “Ha... senin lagi, upacara lagi.”
Setiap
senin pagi, pelajar di sekolah dituntut untuk melakukan upacara bendera untuk
menghormati jasa pahlawan yang telah berjasa atas kemerdekaan Indonesia. Baik
memang, tetapi rasanya kaku saja melihat setiap
hari senin harus ikut upacara bendera, rasanya lebih asik kalau diganti
setiap hari senin bisa berkunjung ke makam pahlawan berdoa bersama untuk
menghormati mereka, tentunya dengan mekanisme yang pas contohnya minggu ini
anak kelas 10 dan 13 dirolling begitu seterusnya. Bagi yang belum dapat jatah
mungkin bisa menyiapkan Jungle musik lagu-lagu nasional karyanya masing-masing
atau membaca Puisi-puisi dan lomba gambar nasionalisme, dan ide-ide lainnya.
Agar benak peserta didik tidak merasa bosan ketika mengikuti upacara bendera
pada hari senin. Terlebih lagi pasti ada salah satu peserta didik yang tidak
lengkap dalam menggunakan atribut semacam tpoi atau dasi ketika upacara bendera,
guru-guru akan mengkondisikan peserta didik yang tidak lengkap tersebut lalu
biasanya akan diberikan hukuman setimpal atas keteledoran mereka.
Hal-hal
seperti yang dapat mengubah pola pikir peserta didik jadi malas untuk dapat
ikut upacara hari senin. Saya pikir adanya peraturan bukan untuk membuat
peserta didik menjadi tidak nyaman ke sekolah, peraturan di sekolah haruslah
bisa menempatkan posisinya untuk kenyaman peserta didik di sekolah agar mereka
bisa nyaman seperti halnya berada di rumah sehingga proses dalam mengembangkan
potensi yang dimiliki dapat maksimal.
Sumber
gambar : http://rofalina.com/2013/11/sekolah-penjara-merusak-anak.html.
No comments:
Post a Comment