Nur Rofikoh
FB : Nur Rofikoh
Saat ini, pendidikan di Indonesia masih terus
diperbaiki oleh pemerintah. Mulai dari sistemnya, pemerataannya, dan lain
sebagainya. Semua itu dilakukan demi majunya kualitas pendidikan di Indonesia. Akan
tetapi, pada kenyataannya masih saja terjadi ketidakseimbangan. Untuk
pendidikan formal seperti SD, SMP, SMA mungkin sudah sering kita dengar. Namun,
bagaimana dengan Sekolah Luar Biasa (SLB) ? Masih sedikit orang yang peduli
pada SLB- SLB yang tersebar di seluruh Indonesia. Jangankan sekolahnya, untuk
anaknya saja (anak berkebutuhan khusus) masih banyak orang yang memandang
dengan sebelah mata. Saya sedikit miris dengan kondisi SLB yang ada di
Indonesia.
Memang, tidak semua SLB yang ada di Indonesia kondisinya
memprihatinkan. Akan tetapi, tetap saja masih banyak SLB yang perlu perhatian
lebih. Saya pernah mengunjungi salah satu SLB, dan saya cukup prihatin dengan
kondisi di sana. Sekolah tersebut, lokasinya masuk ke dalam pemukiman
masyarakat. Akses menuju sekolah tersebut bisa dibilang cukup sulit karena
harus melewati gang kecil. Sekolah itu hanya memiliki 5 staf pengajar. Dan
berdasarkan penuturan salah seorang guru di sana, terkadang satu orang guru
mengajar dua ketunaan. Hal ini disebabkan karena kurangnya staf pengajar.
Misalnya saja mengajar tuna netra dan tuna grahita. Bahkan terkadang, kepala
sekolah ikut turun tangan untuk mengajar ketika staf pengajar di sana sedang
repot. Untuk masalah fasilitas pun mereka masih kekurangan.
Sekolah itu hanya memiliki empat kelas, sehingga
terkadang dua kelas dicampur menjadi satu. Untuk anak- anaknya pun dicampur
menjadi satu, tidak dipisahkan berdasarkan ketunaan. Karena idealnya, sebuah
SLB pembelajarannya harus dipisahkan antar ketunaan atau kemampuan anaknya.
Selain itu, guru yang seharusnya hanya mengampu lima orang anak, di sekolah
tersebut harus mengampu 15 orang anak. Salah seorang guru di sana mengakui
bahwa dengan keadaan yang seperti itu, terkadang mereka menjadi hilang
konsentrasi atau konsentrasinya terpecah. Proses pembelajarannya pun masih
belum maksimal, karena kurangnya fasilitas yang mendukung pembelajaran anak per
ketunaan.
No comments:
Post a Comment