Tuti Awaliyah
Peraturan tentang
seragam sekolah di Indonesia yang dikeluarkan pertama kali adalah Surat
Keputusan (SK) 052/C/Kep/D/82. SK yang dikeluarkan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan pada 17 Maret 1982 ini khusus berlaku untuk sekolah negeri
mengharuskan siswa SD memakai pakaian putih-merah, siswa SMP memakai
putih-biru, dan siswa SMA memakai putih-abu-abu.
Setelah Indonesia lepas
dari penjajahan, sebenarnya seragam sekolah tidak serta merta diberi perhatian
pemerintah. Sampai beberapa tahun setelah kemerdekaan, masih banyak siswa-siswi
yang bersekolah dengan memakai pakaian seadanya. Secara khusus, bisa dikatakan
bahwa ketentuan mengenai seragam sekolah di Indonesia dilatarbelakangi oleh
keinginan pemerintah untuk menyeragamkan penampilan visual para peserta didik.
Penyeragaman semacam itu diperlukan, agar tidak terjadi ketimpangan yang
mencolok antara siswa dari keluarga kaya dengan siswa dari keluarga miskin.
Akan tetapi tidak
dipungkiri bahwa seragam sekolah dapat juga membuat pengaruh negative. Pengaruh
dengan adanya peraturan tentang pemakaian baju seragam sekolah oleh pemerintah
berdampak pada model-model seragam sekolah yang digunakan oleh siswa-siswa
sehingga mengakibatkan beberapa pelanggaran terjadi, yaitu penggunaan rok pada
siswa putri yang tidak sesuai dengan aturan sekolahnya, misalnya menggunakan
rok diatas lutut, bagi siswa putra celananya dimodel pensil, baju yang digunakan
oleh siswa putri juga banyak yang dikecilkan sehingga terlihat seksi dan
menonjolkan bentuk badannya, ada pula yang bajunya transparan, dan yang lebih
parah ada pula siswa yang tidak memakai kaos dalam dan tradisi corat coret
seragam sekolah yang setiap kelulusan pasti ada saja siswa yang mencorat coret
pakaian mereka.
Peraturan mengenai
pemakaian baju seragam di Sekolah menimbulkan pro dan kontra di berbagai
kalangan, dibeberapa pihak ternyata tidak menyetujui akan adanya peraturan
tersebut. Mereka berpendapat bahwa niat awal dari adanya baju seragam sekolah
“meminimalisir” kesenjangan, memang mulia yaitu agar siswa dapat berbaur
dan tidak ada pembeda. Namun melihat faktanya, yang terjadi akan tetap sama
yaitu yang kaya bergaul dengan yang kaya, sementara yang miskin tetap bergaul
dengan yang miskin. Yang populer dengan yang populer, sementara yang
tersisihkan bergerombol dengan yang tersisihkan.
Sekalipun pakaiannya
disamaratakan, kesenjangan itu tetap akan terlihat dari sepatu yang dikenakan,
dari handphone yang dibawa, dari lingkaran pertemanan yang dijalin, dari wangi
parfum yang dikenakan, dan lain sebagainya.
Menurut saya kebijakan
seragam sekolah bukanlah kebijakan mendasar karena itu hanyalah atribut,
asesoris. Seragam sekolah tidak memiliki korelasi dengan prestasi siswa dan
kualitas pendidikan nasional. Intinya keberhasilan suatu sekolah atau
pendidikan tidak bisa di lihat dari keseragamannya. Buktinya negara-negara maju
di luar sana sekolah tanpa seragam dan tetap memiliki prestasi yang luasr
biasa. Akan tetapi, kita sebagai warga masyarakat hanya bisa patuh pada
penguasa dan peraturannya.
Terima Kasih.
No comments:
Post a Comment