@ilhamxfarid
Tawuran atau tawur menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia atau KBBI adalah perkelahian ramai-ramai atau
perkelahian massal. Sedangkan menurut saya pribadi tawuran adalah suatu
perkelahian antar kelompok yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan
masif. Kenapa terstruktur ? karena setiap kelompok yang melakukan tawuran telah
mempunyai susunan anggota yang jelas mulai dari ketua, wakil ketua, seksi-seksi
sampai anggota. Kenapa sistematis? Karena kelompok yang melakukan tawuran telah
terikat oleh sistem yang telah disepakati oleh masing-masing kelompok,
contohnya waktu dan tempat tawur. Kenapa masif? karena setiap kelompok memiliki
jiwa solidaritas dan loyalitas yang kuat, tak heran jika ada salah satu anggota
kelompok yang merasa terlecehkan oleh beberapa pihak maka anggota kelompok yang
lain ikut membelanya walaupun membela disini tak jarang diberi bumbu-bumbu
kekerasan.
Tawuran terjadi karena berbagai hal,
tidak bisa saya sebutkan disini apa penyebab tawuran itu karena saya sendiri
belum pernah dan tak akan pernah melakukan tawuran. Karena menurut saya tawuran
itu adalah kegiatan yang tak ada gunanya. Dan jika saya menjadi ketua MUI maka
saya akan mengharamkan tawuran. Kenapa? karena dasar dari penetapan pengharaman
itu terjadi karena tawuran lebih banyak mengandung mudharatnya atau kerugiannya
dibanding manfaat, namun tidak ada
manfaat yang didapat dari tawuran.
Parahnya lagi para pelaku tawuran
ini biasanya dilakukan oleh remaja tanggung yang masih duduk di bangku
sekolahan seperti SMP sampai SMA/SMK. Jika ada lagi ungkapan yang menyatakan
“tak pernah makan bangku sekolah” untuk menganalogikan suatu yang tidak sopan.
Menurut saya ungkapan ini sudah tidak tepat lagi. Karena yang “telah makan
bangku sekolahan” saja perilakunya sudah seperti berandalan. Walaupun yang
melakukan tawuran ini sebagian kecil dari seluruh siswa-siswi SMP dan SMA/K
yang ada di Indonesia.
Biasanya siswa-siwa pelaku tawuran
ini, saya sebut ‘berandal sekolah’ melakukan tawuran dengan dalih untuk
mempertahankan harga diri sekolahnya atau persaingan eksistensi antar sekolah.
Saya juga bingung mengapa untuk mempertahankan eksistensi sekolah harus
melakukan perkelahian konyol yang tidak jarang membawa pelakunya mendapat
panggilan dari yang maha kuasa atau bahasa kasarnya tewas. Mbokyao agar sekolahnya tetap eksis diantara sekolah-sekolah yang
lain ya harus menorehkan prestasi-prestasi yang gemilang. Zaman era global kok
masih sering tawuran, emang masih hidup di zaman pra sejarah ?
Walaupun sudah ada peraturan yang
dibuat tentang perkelahian oleh sekolah maupun dinas pendidikan terkait. Tapi
ya tetap saja pelaku tawuran masih ‘berserakan’ dimana-dimana. (Saya sengaja
menggunakan kata ‘berserakan’ yang biasanya dipakai untuk ‘sampah’ karena
menurut saya para pelaku tawuran ini tak ada bedanya dengan sampah yang tidak
ada gunanya). Menurut saya seharusnya ada peraturan yang lebih memiliki efek
jera kepada pelaku tawuran ini seperti dikeluarkannya siswa tersebut ataupun
yang lainnya. Peran pendidik dalam hal memperbaiki moral para siswanya juga
sangat diperlukan.
No comments:
Post a Comment