Homsa
Diyah Rohana
Bergantinya kekuasaan, berganti pula kebijakannya. Indonesia dalam sektor pendidikan bisa dikatakan kini telah mengalami keguncangan. Begitu terombang ambingnya pendidikan yang ada di Indonesia. Memang semua demi kemajan pendidikan, demi meningkatnya kualitas penduduk Indonesia. Tapi niatan itu justru berujung pada kontroversi, kekurangsiapan, ketidakterimaan akan hal baru, dll.
Tahun
ini (2014), pemerintahan Indonesia telah berganti baru. Berjuta rakyat talah
sepakat untuk memilih pemerintahan kali ini melalui pesta demokrasi beberapa
bulan yang lalu. Kali ini banyak yang menyesalkan pada pilihannya hanya karena
beberapa program baru yang telah digelintirkan beberapa minggu-minggu lalu.
Seperti kenaikan BBM, yang ternyata kurang bisa diteima masyarakat, walaupun
masih tetap ada yan mendukungnya. Kemudian dalam sektor pendidikan, ternyata
kurikulum 2013 yang tengah dicanangkan oleh menteri pendidikan sebelumnya, pada
menteri pendidikan pemerintahan Indonesia kali ini talah dibatalkan.
Pembelajaran di sekolah untuk sementara akan dikembalikan ke kurikulum KTSP.
Kurikulum
dalam esensinya ada 3 hal, yaitu merupakan rencana pendidikan, imolementasinya,
kemudian hasilnya. Ketiga hal tersebut memiliki keterkaitan. Hal yang paing
penting adalah terletak pada implementasi, karenan sebagus apapun rencananya
jika dalam pengimplementasiannya kurang, maka sama saja. Kemudian jika
pengimplementasiannya saja sudah tidak sesuai, hasilnya pun akan mengikuti.
Maka dari itu, ibarat sebuah penjumlahan, Jika A di ibaratkan sebagai “rencana,
B di ibaratkan sebagai “Implementasi”, dan C sebagai “hasil” maka yang
seharusnya terjadi adalah A+B=C.
Sebenarnya
keberhasilan sebuah pendidikan lebih besar ditentukan oleh gurunya. Meski tidak
dipungkiri hal lain juga mementukan dari keberhasilan pendidikan. Sebenarnya
bukan membatalkan kurikulum 2013, karena hal itu malah menurunkan standar
pendidikan Indonesia. kurikulum 2013 memiliki standar yang tinggi, hal ini
masuk pada rencana yang sudah sempurna ibaratnya. Tetapi karena guru yang tidak
banyak mengetahui kurikulum ini secara keseluruhan, maka implementasinya
menjadi lemah.
Sebagus
apapun kurikulumnya, jika guru tidak siap, maka kebagusan itu hanya berhenti
ketika guru sampai depan pintu kelas. Oleh karena itu, sudah jelas terlihat
sebenarnya yang harus dibenahi adalah terletak pada gurunya, bukan maslah
kurikulumny. Maka kebijakan untuk membatalkan kurikulum 2013 tidak sebaiknya
dilakukan, melainkan meningkatkan kualitas gurunya, dan menambah kepahaman guru
akan kurikulum 2013 itu, sehingga anatara rencana dan imolementasi akan
mencapai hasil sempurna sehingga tercapailah hasil yang sempurna pula. Namun,
apalah daya, kita memang negara demokrasi, semua ada ditangan rakyat. Tapi di
Indonesia, demokrasi tersebut telah teranomali atau mengalami penyimpangan.
Berdo’a sajalah untuk pendidikan Indonesia yang lebih baik.
No comments:
Post a Comment