Friday, November 21, 2014

Terkurung oleh Pendidikan

Yossika Vidya

           Apa sih yang terfikir dalam pikiran anda tentang pendidikan formal ?  Gedung, seragam,mata pelajaran, buku, guru? Ya seperti itulah jawaban yang sering saya dengar dari banyak orang. Hampir semua orang tua ingin anaknya mendapatkan pendidikan yang baik untuk bekal masa depanya kelak. Pendidikan yang banyak dipilih oleh para orang tua adalah pendidikan formal. Karena menurut mereka pendidikan formal itu merupakan pendidikan dimana proses pembelajaranya yang layak, berlangsung di gedung sekolah, di ruangan kelas, banyak terdapat buku pelajaran, jam pelajaran, mengenakan seragam dan semacamnya.

           Keluar dari hal tersebut, apakah para orang tua memahami apa yang dirasakan oleh anaknya ketika menjalani pendidikan  disekolah? Sebagai contoh, bisa kita lihat ketika anak anak yang duduk di jenjang pendidikan SMP dan SMA, ketika mereka baru saja menghadapi Ujian Akhir Nasional yang menentukan lulus atau tidaknya siswa tersebut setelah bergelut dengan buku selama 3 tahun lamanya. Dalam situasi seperti itu, kita banyak melihat bahkan mungkin kita pernah merasakan ketika hari pengumuman kelulusan tiba, dan kemudian para siswa mengexpresikan kebebasanya dengan mencoret coret baju mereka menggunakan spidol, pilox dan sejenisnya. Warna warna terlihat diseragam, rambut dan badan mereka. Mungkin sebagian orang menganggap semua itu sebagai hal yang wajar ketika para siswa merasa senang dinyatakan lulus dalam jenjang pendidikan yang digelutinya selama 3 tahun tersebut. Namun jika kita cermati dan kita pahami lebih dalam, selain perasaan senang yang dirasakan, justru kebebasanlah yang lebih terlihat di wajah mereka. Untuk itu mereka expresikan semua itu dengan aksi coret coret yang kini sudah membudaya di kalangan pelajar Indonesia.

          Lalu mengapa kebebasan yang mereka rasakan ? karena selama mereka berada di sebuah ruangan, digedung yang menjulang tinggi, bertemankan meja kursi setiap hari, bergelut dengan buku buku yang belum tentu mereka pahami, terikat oleh aturan aturan yang berlaku, dan mengenakan seragam, hal hal tersebut  yang justru membuat siswa merasa kebebasanya disita, merasa terpenjara oleh pendidikan. Masa dimana anak anak seumuran mereka masih memiliki gejolak bermain yang tinggi namun harus menjalani pendidikan yang menurut mereka terlalu kaku. Menyita waktu mereka untuk berekspresi, berkembang melalui bakat, bukan hanya lewat buku. Mereka harus bangun pagi untuk bersiap siap berangkat ke sekolah, kemudian mengikuti les les akademik setelah pulang sekolah, belum lagi tugas yang diberikan guru harus dikerjakan.

No comments:

Post a Comment