Kemana Kau
Selama Ini? #1
Kiswah Amalia
Mari kita move on dari Peraturan
tentang PPG, untuk artikel kali ini saya ingin mengangkat pembahasan tentang peraturan
yang menurut saya sering tersingkirkan dalam dunia perdebatan kebijakan
pendidikan di Indonesia. Peraturan apakah itu? Mengatur apakah Peraturan itu?
Dan bagaimanakah aplikasi dari Peraturan tersebut?
Kali ini saya akan menelaah bersama
peraturan menteri tentang standarisasi sarana prasarana di pendidikan umum,
mungkin bukan isu baru bahwa sarana
prasarana pendidikan di indonesia masih sangat terpuruk tertinggal dan tidak
terstandar, lalu kemanakah aplikasi dari peraturan ini? apa saja isi dari peraturan
standar sapras pendidikan umum ini? Mengapa dia begitu tersingkirkan dengan isu
kurikulum? Mari kita lihat bersama apa saja yang isi dari Peraturan ini.
Setelah searching hampir setengah jam
disalah satu spot di UNNES akhirnya saya mendapat tiga dokumen penting mengenai
standar prasarana Pendidikan umum di Indonesia. Yaitu Permen RI No.24/2007,
Permen RI No.40 dan No. 33/2008. Yang pertama akan kita ulas adalah Permen RI
No.24/2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana
untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah
Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah
Aliyah (SMA/MA).
Pertauran
ini hanya memiliki 3 pasal namun lampiran yang menyertai peraturan ini sebanyak
71 lembar, dengan rincian standar dan kriteria srana prasarana yang cukup rinci
dan jelas menurut saya. Point pertama yang akan saya bahas adalah ketentuan
pelaksanaan pendidikan yang tercantum pada pasal 2 “Penyelenggaraan pendidikan
bagi satu kelompok pemukiman permanen dan terpencil yang penduduknya
kurang dari 1000 (seribu) jiwa dan yang tidak bisa dihubungkan dengan
kelompok yang lain dalam jarak tempuh 3 (tiga) kilo meter melalui lintasan jalan kaki yang tidak
membahayakan dapat menyimpangi
standar sarana dan prasarana sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
ini.” Lalu dilampiran dituliskan bahwa “Pada satu kelompok permukiman
permanen dan terpencil dengan banyak penduduk lebih dari 1000 jiwa terdapat
satu SD/MI dalam jarak tempuh bagi peserta didik yang berjalan kaki maksimum 3
km melalui lintasan yang tidak membahayakan”.
Saat membaca point tersebut saya terhenyak,
selama ini kemana peraturan ini berlaku? Apakah keluar negeri? Ataukah keluar
angkasa? Kita harus menggaris bawahi kata terpencil di peraturan tersebut,
begitu banyak daerah terpencil di Indonesia yang ketika anak didiknya ingin
berangkat sekolah mereka harus menyeberangi sungai, memanjat tebing, naik turun
lembah dengan medan yang melebihi medan pendakian Mahameru mungkin, lalu apakah
aparatur negara menutup mata dan telinga untuk peristiwa seperti ini
Atau yang seperti ini
Apakah anggaran 20% dari APBN ini masoh
kurang untuk hanya mendirikan sekolah di sebuah desa terpencil seperti
dibalikpapan ini? Mengapa tidak ada pergerakan yang berarti dari pemerintah
untuk bergerak nyata memenuhi sarana dan prasarana sekolah ini?? Mengapa
pemerintah hanya mementingkan sistem (kurikulum) saja? Apakah bisa sebuah
kurikulum berhasil tanpa pemenuhan sarana prasarana?
Menurut saya sebuah sistem perlu
mendapat dukungan penuh dari element pelaksananya termasuk juga fasilitas
pelaksanaan sistem, jika sistem saja yang diperbaharui maka seperti merenovasi
atap dengan tiang yang sudah patah, lalu apa gunanya terus memperbaiki sistem
tanpa perbaikan sarana prasarana.
Sekian tulisan gak penting yang
lagi-lagi saya posting, Semoga berkenan, terimakasih sudah membaca. J
No comments:
Post a Comment