Thursday, November 20, 2014

Sistem Pendidikan Yang Memanusiakan

Ade Romadoni

Presiden Jokowi telah mengumumkan jajaran kabinet dan nama-nama menteri yang akan membantu dalam pemerintahannya beberapa hari yang lalu. Salah satu kementrian yang baru adalah Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan Dasar Menengah terpisah dengan Kementerian Ristek dan Pendidikan Tinggi. Anies Baswedan, Rektor Universitas Paramadina sekaligus anggota dari Rumah Transisi Jokowi-Jk didaulat sebagai menterinya. Melalui Kementerian baru ini muncul beberapa harapan akan sistem pendidikan Indonesia sekaligus memunculkan pertanyaan : Sistem pendidikan apakah yang diharapkan orang tua murid untuk anak-anak mereka? Pendidikan seperti apa yang yang dibutuhkan negeri ini?
Jawabannya sederhana, pendidikan yang diharapkan adalah pendidikan yang memanusiakan sesuai dengan umur anak didik tersebut. Lalu, apakah yang dimaksudkan dengan memanusiakan? kalimat kerja yang mengajak kita untuk memperlakukan anak didik secara substansial baik secara fisik maupun emotional/kejiwaan mereka. Salah satunya dengan memfasilitasi aktivitas otak dan fisik yang dirancang disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan usia anak didik. Mengapa ini menjadi penting? karena selama ini pendidikan Indonesia telah menjadikan anak didik kita sebagai mahluk non-humanis. Mereka, anak didik kita, diperlakukan secara tidak sadar sebagai mahluk mekanis yang senantiasa direcoki sistem pendidikan sentralistik, kaku, ketat dan tidak dialogis.
Negeri ini membutuhkan Pendidikan yang memanusiakan, yaitu sitem pendidikan yang paling sesuai untuk pendidikan dasar dan menengah. Memanusiakan mengandung arti penyadaran akan nilai manusia yang ada di setiap siswa didik. Penyelenggaraan proses pendidikan adalah alat untuk menyediakan stimulasi sehingga otak terlatih dan siap untuk menghadapi tantangan yang akan ditemui tiap anak didik ini kelak. Sehingga proses belajar mengajar seharusnya berada dalam kondisi menyenangkan, bebas dari ketakutan dan tekanan, keantusiasan dalam belajar. Pada akhirnya, orang tua anak didik (bahkan semua pihak) hanyalah berharap sekolah menjadi tempat yang menyenangkan bagi siapapun untuk belajar, dimana anak didik masih bisa bermain, mengasah dan mengembangkan kreativitas mereka, bersosialisasi dengan teman sebaya, menciptakan karakter yang empatik pada lingkungan sekitar dan mempunyai kemampuan yang mampu memecahkan solusi dalam tahap-tahap perkembangan hidupnya.

Kita berharap mereka mau mendengar dan menandatangani kontrak politik untuk mengembalikan arah diknas sesuai cita-cita Ki Hajar Dewantara bahwa setiap anak itu istimewa, bagaikan bunga di taman. Tugas kita menumbuhkan setiap keistimewaan itu, bukan menjejalkan materi pelajaran untuk dihafal jadi cobalah memanusiakan manusia dalam sistem pendidikan saat ini.

No comments:

Post a Comment