Yossika Vidya
1102413062
Beberapa
waktu lalu menteri pendidikan sempat menerapkan kebijakan mengenai adanya
Sekolah Rintisan Bertaraf Internasional serta Sekolah Berstandar Internasional atau
sering disebut RSBI. Saat itu semua jenjang pendidikan di Indonesia mengalami
demam RSBI – SBI dan berlomba lomba memperbaiki mutu pendidikan di sekolah
mereka agar dapat meningkatkan taraf pendidikannya. Yang sebelumnya hanya
berstatus Sekolah Standar Nasional atau SSN menuju ke RSBI bahkan dapat menyandang
status Sekolah Bertaraf Internasional ( SBI ). Mengapa demikian ? karena
sekolah yang memiliki status RSBI maupun SBI dipandang sebagai sekolah yang
berkualitas, dengan sarana prasarana yang terpenuhi, dan sistem pembelajaranya
pun dianggap telah setara dengan ranah
pendidikan Internasional. Selain itu banyak yang beranggapan bahwa
lulusan sekolah RSBI atau SBI pasti akan lebih berkualitas bila dibandingkan
dengan lulusan sekolah reguler biasa. Sebenarnya hal yang dianggap paling
menonjol pada sekolah RSBI maupun SBI adalah penggunaan bahasa Inggris dalam
proses kegiatan belajar mengajar dan aktifitas murid ketika berada dilingkungan
sekolah.
Bukan
hanya Instansi Pendidikan yang berlomba lomba memperbaiki kualitas
pendidikanya, begitupun dengan peserta didik. Mereka berusaha semaksimal
mungkin meningkatkan hasil belajar mereka untuk dapat masuk ke sekolah RSBI
mapun SBI. Sekolah ini dipandang sebagai sekolah bergengsi, gudangnya anak anak
berkualitas, namun disamping itu sekolah RSBI juga dipandang sebagai sekolahnya
anak anak orang kaya. Hal ini disebabkan karena biaya yang dikeluarkan saat
masuk dan selama pendidikan berlangsung memang relative lebih mahal daripada
sekolah reguler biasa. Hal ini dibuktikan ketika ada sebuah sekolah yang baru
mendapatkan pengakuan dan sertifikasi sebagai sekolah RSBI kemudian pihak
sekolah menetapkan kebijakan untuk menaikan biaya pembayaran sekolah atau yang
biasa disebut SPP, sehingga dirasa memberatkan beberapa orang tua murid.
Oleh
karena itu keberadaan RSBI dan SBI dianggap menimbulkan diskriminasi dalam
pendidikan, karena dalam pelaksanaanya lebih diutamakan atau diunggulkan
diantara sekolah sekolah reguler biasa. Kemudian hanya anak yang sanggup
memenuhi biaya yang telah ditentukan yang dapat masuk ke dalam sekolah
tersebut. Selain itu penggunaan bahasa Inggris atau sistem bilingual dalam
setiap pengantar mata pelajaran bahkan dalam kegiatan peserta didik selama
berada dilingkungan sekolah dinilai dapat mengikis jati diri bangsa dan
menghilangkan kebanggaan yang dimiliki peserta didik terhadap bahasa Indonesia
sebagai bahasa pemersatu bangsa.
No comments:
Post a Comment