Saturday, September 27, 2014

Sekolah Daerah Perbatasan yang Terabaikan

Homsa Diyah Rohana

Description: kj.jpg
Pendidikan menjadi momok utama bagi setiap negara. Banyak yang mengatakan bahwa kemajuan suatu negara itu berawal dari pendidikan di negara itu sendiri. Memang ada benarnya, karena darimana lagi kalau bukan dari pendidikan pengetahuan dapat ditanamkan. Pendidikan di Indonesia dari tahun ketahun tidaklah jauh berbeda. Hanya ada perubahan di beberapa unsurnya. Dewasa ini, pemerintah semakin berusaha memperbaiki sitem pendidikan di Indonesia yang menurut penilaian internasional, sistem pendidikan di Indonesia berada di urutan bawah. Ironis bukan? Sebuah negara yang kaya akan sumber daya alam, tetapi belum dapat mengembangkan pendidikannya menjadi lebih maju. Banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah demi kemajuan pendidikan Indonesia, namun sepertinya hal tersebut hanya dilakukan di daerah pusat saja. Berbeda nasibnya dengan pendidikan di daerah perbatasan, mereka seakan terkesan terabaikan.
Kondisi sekolah di daerah perbatasan cukup membuat kita tercengang. Mulai dari fasilitas hingga kondisinya yang sangat jauh berbeda dengan yang ada di daerah pusat. Kemudian tenaga pengajar, banyak tenaga pengajar disana yang begitu kurang profesional. Bahkan ada yang acuh dengan kemajuan pendidikan disana. Contohnya saja, banyak guru disana yang memiliki laptop tetapi tidak bisa menggunakannya sama sekali. Laptop tersebut justru mereka pergunakan untuk bermain game anaknya saja(lihat kompasiana.com 04-02-2014). Padahal jika mereka bisa mengoptimalkan adanya laptop tersebut, mungkin hal itu dapat sedikit menjadikan pendidikan di daerah perbatasan lebih berkualitas. Tentu fenomena ini jauh berbeda dengan sekolah-sekolah di daerah pusat. Inilah salah satu kekurangan sistem pendidikan di Indonesia.
Jika kita sadari bersama, masyarakat didaerah perbatasanlah yang harusnya lebih di utamakan dalam segala hal. Karena apa? Karena masyarakat di daerah perbatasan rentan akan hal disintegrasi atau perpecahan. Jika mereka merasa seperti tidak di perdulikan oleh negaranya sendiri, besar kemungkinan mereka ingin memecah diri. Lihat saja dalam sebuah karya film “tanah surga katanya” yang didalamnya menggambarkan betapa mirisnya sekolah di daerah perbatasan itu. Mereka tidak mengenal mata uang negara sendiri, mereka tidak tahu lagu kebangsaan Indonesia tetapi, justru yang mereka kenal dan lebih tahu adalah tentang negara tetangga yang berdekatan dengan batas negara.
Satu lagi kondisi yang cukup lucu adalah pernyataan beberapa masyarakat disana tentang halaman rumah masuk Indonesia, dapur sudah masuk negara lain. Kemudian, isi kepala Indonesia, isi perut negara lain. Hal ini disebabkan karena susahnya akses menuju daerah pusat di negara untuk membeli berbagai kebutuhan sandang, pangan, dll. Masyarakat disana lebih memilih berbelanja di negara tetangga yang lebih mudah aksesnya serta harganya juga yang lebih murah (lihat kompasiana.com 04-02-2014). Jika hal ini dibiarkan terus menerus, bagaimana untuk selanjutnya? Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita tidak hanya memikirkan sekolah di daerah pusat saja, tetapi sekolah di daerah perbatasan yang harusnya lebih kita perjuangkan kemajuannya sebagai tameng kedaulatan negara Indonesia. Dengan demikian, harapan untuk sistem pendidikan yang ada di Indonesia tidak lagi berada di peringkat bawah dan tidak lagi mengabaikan sekolah-sekolah yang berdada di perbatasan.

No comments:

Post a Comment