Afid Ardiansyah
Kembali lagi mengupas kurikulum, bagai menguliti bulu kucing yang nggak ada habisnya. Ya, memang benar, berbicara mengenai kurikulum itu tidak akan ada selesainya, pasti ada-ada saja yang akan dibahas. Nah, untuk kali ini kita akan membahas mengenai kurikulum yang ada di Indonesia, saat kita masih tertindas karena kita terjajah. Ya, sedikit flasback tidak masalah, ini bukan berarti kita nggak bisa “move on”, istilah yang sedang ngetren saat ini, tapi tidak ada salahnya kita kembali mengupas masa lalu, untuk masa depan kita lebih baik.
Mungkin kita tidak bisa membayangkan, bagaimana pendidikan kita berlangsung saat kita masih dalam keadaan tertindas, apalagi harus mengetahui kurikulum yang digunakan. Namun, jangan khawatir, karena saya akan menyajikan beberapa informasi mengenai kurikulum yang digunakan sebelum Indonesia merdeka, meski tidak begitu detail, namun info ini cukup untuk menambah pengetahuan kita mengenai kurikulum.
Kurikulum sebelum tahun 1945, bisa dibilang kurikulum sebelum Indonesia merdeka. Pada kurikulum ini, tujuan utamanya seperti yang sudah dituliskan diatas, yaitu menyebarkan agama kristen secara luas. Hal ini tidak terlepas dari kebijakan dan peraturan yang dibuat oleh VOC, yang mewajibkan untuk mendirikan sekolah dengan tujuan menyebarkan agama kristen. Menurut peraturan sekolah 1643 tugas guru dalah memupuk rasa takut kepada Tuhan, mengajarkan dasar agama Kristen, mengajak anak berdoa, bernyanyi, pergi ke gereja, serta mematuhi orang tua, penguasa, dan guru-guru. Walaupun tak ada kurikulum yang ditentukan biasanya sekolah menyajikan pelajaran tentang ketekismus, agama, juga membaca, menulis dan menyanyi. Demikian pula tidak ditentukan lama belajar.
Kemudian, jika di zaman sekarang ini ada syarat atau peraturan mengenai usia untuk bersekolah, pada zaman ini juga ada. Peraturan hanya menentukan bahwa anak pria lebih dari usia 16 tahun dan anak wanita lebih dari 12 tahun hendaknya jangan dikeluarkan dari sekolah. Kemudian, pembagian dalam 3 kelas untuk pertama kali dimulai pada tahun 1778. Di kelas 3, yaitu kelas yang bisa diibaratkan sebagai kelas terendah, anak-anak belajar abjad, di kelas 2, anak-anak belajar memaca, menulis, dan bernyanyi dan di kelas 1, kelas tertinggi anak-anak belajar membaca, menulis, katekismus, bernyanyi dan berhitung.
Nah, mungkin hanya itu info yang bisa saya sampaikan kali ini, nantikan terus info mengenai kurikulum selanjutnya. Jangan bosen-bosen ya, baca mengenai kurikulum.
No comments:
Post a Comment